Sunday 3 March 2013

Lindri Land Rock 2013 - Gampek


Halo para pengunjung setia vitch-grafi. Pada kesempatan kali ini saya akan melakukan suatu hal baru. Yang belum pernah diposting di blog ini sebelumnya. Yaitu... sebuah Reportase, hhahaha. Iya, sebuah reportase perjalanan saya dan kawan-kawan di Lindri Land Rock 2013.
Turun dari bukit, naik lagi ke atas bukit


Beli Tiket . . .

Minggu Tanggal 17 Februari 2013, Saat itu saya sedang berada di SMKN 1 Surabaya karena anak - anak pramuka akan mengadakan survey. Tetapi karena lama, akhirnya saya dan 2 orang teman ( Willdan dan Tio ) berjalan menuju Stasiun Wonokromo. Niatnya sih mau survey ke Tulungagung demi acara Lindri LAnd Rock 2013. Tapi tak disangka, kami kehabisan tiket. Rupanya tiket sudah bisa dipesan H-7, dan beli tiket di hari-H adalah suatu kemustahilan yang nyata. Lalu kami memutuskan untuk bergerak cepat, dan besoknya kami memesan 13 tiket KA Rapih Dhoho tujuan Tulungagung. H-5 rupanya masih tidak begitu membantu, kami mendapat tiket "Tanpa Tempat Duduk". Awalnya saya dan Willdan  ragu, namun akhirnya kami memutuskan untuk membeli tiket kereta yang dicantumkan di tiketnya datang jam 4 sore itu.

Case 1. Kenapa Keretanya Begini ?

Hari-H, 23 Februari 2013. Kereta baru datang jam 5 kurang 15 di Stasiun Wonokromo, sudah biasa lah kalau ini. Sebelum kereta datang, Saya dan Tio bertanya ke bagian informasi, Tanpa tempat duduk itu nanti bagaimana?? dan dijawab oleh bagian informasi kalau ada 2 gerbong dari belakang yang tanpa nomer tempat duduk. Jadi nanti siapa cepat, dia yang dapat tempat duduk. Saat kereta datang, Saya dan kawan-kawan saya sudah stand by di ujung peron. Tapi tak disangka-sangka segerombolan orang tiba-tiba berlari masuk ke 2 gerbong paling belakang itu. Tapi untung saja Saya dan kawan-kawan saya sudah berhasil masuk walau sempat hampir ada yang tertinggal tidak bisa masuk karena terdesak segerombolan orang tadi. Yang mengejutkan adalah saat Saya mendapati gerbong paling belakang itu pintunya ditutup, orang-orang yang bergerombol tadi rata-rata semuanya masuk ke gerbong itu melalu jendela pintu yang menghubungkan antar gerbong. Saya dan teman saya ( Charlie ) ikut masuk ke sana dan menyimpulkan suatu hal yang mengejutkan : Orang-orang ini adalah penumpang tanpa tiket atau bahasa resminya ILEGAL.

Meratapi keadaan banyaknya penumpang tanpa tiket
Saya dan teman saya ( Charlie ) lalu memutuskan untuk berkumpul dengan kawan-kawan lainnya yang berada di gerbong ke-3 dari belakang. Untungnya kawan-kawan saya yang cewek sudah dapat tempat duduk. Setelah meletakkan tas di rak tas, saya dan Charlie ke bagian depan gerbong berkumpul dengan Willdan, Tio, Werdha, Bambang, dan Fian. Di titik ini, ada hal yang mengejutkan menurut saya. Kondektur datang, dan orang-orang tanpa tiket dengan mudahnya "hanya" memberikan uang Rp.1000 - Rp. 2000 kepada kondektur lalu lolos. Kereta terus berjalan, waktu terus berputar dan akhirnya sampailah kami di Tulungagung jam 21.30. Kereta sempat berhenti lama di Kertosono untuk memindah lokomotif. Jadi rangkaian yang tadinya paling depan, kini berganti jadi rangkaian paling belakang, hehehe. Jadi sekarang keretanya saya sebut dengan . . . Jeng jeng jeng. Rapih Dhoho Versi 2.
Lokomotif pindah di Kertosono

Yang dipertanyakan di Case 1 :
1.       Mengapa ada gerbong kosong terkunci di rangkaian paling belakang? Di Kertosono, gerbong ini sudah di lepas. ( Entah dilepas atau dipasang lagi di rangkaian paling belakang versi 2 )
2.       Mengapa penumpang-penumpang tanpa tiket ini bisa masuk ke wilayah stasiun dan masuk ke dalam kereta?

Perjalanan Menuju Start

Dari stasiun, saya dan kawan-kawan kebingungan mau berjalan kemana. Lalu kami bertanya pada warga sekitar kemana kami harus berjalan jika ingin menuju terminal. Berbeda orang, berbeda juga jawabannya. Tapi tiba-tiba Werdha bertemu dengan temannya yang kebetulan bertempat tinggal di Tulungagung. Merekapun berangkat mencari kendaraan untuk dicarter. Selagi Werdha dan temannya mencari kendaraan, Saya dan kawan-kawan lainnya ( kami berjalan bersama 5 anak dari Tarik ) berjalan kembali. Setelah berjalan cukup lama, bertanya kesana kemari, sampailah kami di sebuah bangunan Dinas apa gitu lah namanya ( Mungkin ada yang tau? ). Di Jl. Yos Sudarso gang 3, depannya ada warung kopi. Kami berhenti di sana untuk sholat Isya + Maghrib. Setelah itu Saya dan Willdan singgah ke warung kopi. Ada pertandingan MU vs QPR, saya sempat menyaksikan gol dari Rafael da Silva saat itu. Di sana saya, Willdan, Werdha, Bambang, dan Charlie sedang asik ngobrol sampai kami ditanya oleh salah satu dari pengunjung warung itu juga. Namanya Pak Brudin katanya.
P.Brudin               : Masnya dari mana?
Kami                      : Dari Surabaya pak
P.Brudin               : Lho, ada acara apa? Rombongannya banyak
Kami                      : Itu, ikut Lindri. Lomba lintas alam, ini masih nunggu temen nyari kendaraan ke sana
P.Brudin               : Lho, saya ada. Panther, mau?
Dan setelah bercakap-cakap akhirnya kami sepakat untuk diantarkan ke start lindri dengan biaya Rp.150.000, pulang-pergi 2 kali. Karena mobilnya hanya cukup 9 orang, sedangkan rombongan kami ada 18 orang ( 13 dari Saya dan kawan-kawan + 5 anak Tarik ). Kami sampai di lokasi start Lindri dan ganti kaos lengan panjang berwarna oranya-hitam bertuliskan “ Lindri Land Rock XXIII ”. Yang sudah dibawa oleh kawan-kawan yang berangkat pertama tadi setelah daftar ulang ( Saya, Willdan, Charlie, Bambang, Werdha, dan 3 anak tarik berangkat kloter ke-2 naik Panther Pak Brudin ).. Anak-anak Tarik memutuskan untuk berangkat duluan dan kami saling berjabat tangan. Lalu kami makan nasi bungkus dulu yang dibeli di warung dan berjalan menuju garis start. Rupanya start tidak dilakukan bersamaan, tapi bergantian dari perorangan putra 1-100, 101-200 dst. Lalu beregu, baru perorangan putri. Alhasil Saya dan kawan-kawan yang cowok menunggu sekitar 2 jam. Baru setelah itu kami bertemu dan berangkat bersama.

Mulai dari Tong Fang sampai Depresi

Perjalanan di pagi buta ( jam 2 ) tak membuat semangat Saya dan kawan-kawan pudar. Di awal perjalanan yang masih perkampungan dan datar, Saya dan kawan-kawan bergantian melontarkan guyonan-guyonan. Kami menyanyikan lagu anak-anak, guyonan “we sumber kencono nyalip”, lalu ada guyonan Tong Fang.
Charlie : Dulu saya sering masuk angin, setelah ke Klinik Tong Fang saya jadi pengendali angin.
Saya : Dulu saya adalah orang yang waras, namun semua berubah saat negara api menyerang.
Gelak tawa menyertai perjalanan awal kami, dan muncullah Pos 1. Diikuti sebuah tanjakan bukit yang tampak benar-benar menanjak. Di sinilah kami mulai bahu membahu, bahkan sampai ada anak yang bukan kelompok kami tak kuat naik karena asmanya kambuh dan kakinya sakit. Tapi parahnya kelompoknya tidak tahu, hingga Willdan mengajaknya bangun menuju kelompoknya. Setelah jalan naik berbatu, ujian lainnya adalah LUMPUR. Kami seperti berjalan di arela persawahan, sampai-sampai alas kaki kami dipenuhi lumpur. Berjalan menjadi begitu berat dan tidak nyaman. Setelah berjalan lama sekali, kami mulai terpisah-pisah. Tio dan Ira berjalan duluan dan hilang entah kemana, Werdha yang mengawal 2 cewek ( Siti Qomariyah dan Rosita ) juga tiba-tiba hilang dari pandangan saya. Akhirnya saya memutuskan untuk melakukan sprint. Berjalan cukup lama, saya belum menemukan Werdha ataupun Tio. Dan sampailah saya di pemukiman warga, banyak peserta yang istirahat di sini. Para warga menjajakan makanan dan minuman.
Herlambang Yulianto beraksi . . .
Berpose sebelum melanjutkan perjalanan Lindri Land Rock 2013
Waktu menunjukkan pukul 05.00 dan saya memutuskan untuk sholat subuh dahulu. Saat akan beranjak mengambil wudlu, saya akhirnya bertemu dengan Werdha lalu memberitahukan ke dia kalau saya akan sholat subuh. Setelah sholat subuh rupanya Willdan juga masuk ke tempat sholat. Senang akhirnya dipertemukan kembali dengan kawan-kawan saya. Setelah sholat subuh dan mengumpulkan kupon di Pos 2, kami kembali berjalan. Namun kami belum juga bertemu dengan Tio dan Ira. Matahari mulai menunjukkan sinarnya, dan kami mulai berjalan kembali menyusuri jalan setapak. 
Fian, mengawali terbentuknya The Nyeker Club, ada temannya Tyas
Mengejutkan, sepanjang perjalanan itu dipenuhi dengan LUMPUR, lagi-lagi LUMPUR. Kami menerobos lumpur itu sampai akhirnya memakan korban sandal dan sepatu Charlie, sandal saya juga, sepatu Willdan juga. Akhirnya jadilah The Nyeker Club, saya, Fian, Charlie, dan Willdan. Kami berjalan kembali setelah melepas alas kaki kami dan beristirahat sejanak. Dan sampailah kami di jalan dengan kanan kiri rerumputan. Kami kini berada di atas bukit, pemandangannya begitu indah. 
Diatas bukit Tulungagung
Dan di tempat ini kami akhirnya bertemu Tio dan Ira. Setelah itu fian tiba-tiba hilang, saya mencoba mengikuti Fian yang melakukan sprint namun ternyata tidak sampai. Fian hilang dari pandangan sedangkan penulis terus melakukan sprint menuruni bukit menggunakan tali yang disediakan panitia, lalu berjalan cepat melewati perkampungan hingga sampai di Pos 3. Saya menunggu kawan-kawan di Pos 3 sambil menikmati lagu “In the Presence of Enemies” yang dibawakan oleh Dream Theater lewat Nokia 300 milik saya. Akhirnya kawan-kawan saya datang juga, lalu saya kembali berjalan cepat mencari Pos 4. Namun setengah perjalanan menuju Pos 4, saya mulai kehabisan tenaga sampai tersusul oleh kawan-kawan saya. Tapi saya tidak mendapati Tio dan Ira + Charlie dan Tyas. Kata kawan-kawan yang lain mereka masih berjalan jauh di belakang. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan dan memutuskan untuk menunggu di Pos 4. Tapi apa daya, tenaga saya benar-benar sudah habis dan saya-pun berhenti bersama Willdan. Werdha, Bambang bersama Siti Qomariyah, Tyas, dan Tinara berjalan terus menuju Pos 4.

Case 2. Rute yang Berubah

Saya dan Willdan niatnya menunggu Charlie dan kawan-kawan, tapi setelah sekitar setengah jam tiba-tiba muncullah sesosok manusia memakai baju peserta berkata.
Willdan                 : Kok turun kembali kak?
Manusia               : Rutenya mau dirubah, sudah terlalu siang
Willdan                 : Untuk siapa saja?
Manusia               : Yang belakang-belakang
Jedar... trus bagaiamana nasib Charlie dan kawan-kawan? Apakah mereka berjalan lewat rute yang saya dan Willdan lewati atau rute yang sudah dirubah? Akhirnya Saya dan Willdan memutuskan untuk kembali berjalan dan bertemu anak yang kebetulan dari Surabaya juga. Ia rupanya menunggu kawan-kawannya juga, setelah memberitahukan apa yang dikatakan manusia memakai baju peserta tadi, kami akhirnya berangkat bersama menuju Pos 4. Di titik ini saya merasa sudah benar-benar habis sampai saya stres sendiri. Tapi Willdan dan anak yang kami temui tadi terus menyemangati saya hingga akhirnya kami bertemu 2 orang panitia. Kami memberitahukan perihal perubahan rute kepada mereka, dan hebatnya mereka tidak tahu menahu. Akhirnya satu dari mereka mengemasi barang dan melakukan sprint ke Pos 4 meninggalkan kami yang mencoba mengikuti. Setelah perjalanan dengan sisa-sisa tenaga yang kira-kira tingal 5%, akhirnya sampai juga kami di Pos 4. Di sana ternyata banyak peserta-peserta yang kehabisan tenaga. Kami lalu ditawari salah satu panitia untuk naik mobil jeep sampai ke finish yang juga lokasi start. Setelah sampai, kami hanya menjumpai Fian. Rupanya kawan-kawan kami yang lain belum ada yang datang. Setelah mengambil sertifikat dan istirahat sejenak, kami melihat Tio dan Ira datang. Lalu Werdha juga, ternyata kawan-kawan kami ada di toko untuk membersihkan alas kaki. Toko itu tak jauh dari lokasi finish. Saya yang kelaparan lalu membeli jajanan semacam tahu bakso yang dibakar, lalu ada pentol yang dicampur dengan telur. Kemudian diberi bumbu ( tidak tahu namanya bumbu apa, pokoknya pedas tapi enak ). Kami memutuskan untuk mencarter angkotan umum berupa mini bis yang memang sudah banyak yang stand by di sana menuju terminal dengan tarif Rp.8000 per anak, yah untuk jarak sekitar 10-15 km rasanya itu harga yang cukup lah.

Yang dipertanyakan di Case 2 :

1.       Kok panitia sangat jarang ada di sepanjang rute
2.       Mungkin tidak ada panitia yang mengawal dari belakang, sehingga terjadi lost communication antar panitia. ( tidak tahu menahu tentang rute yang dirubah )
3.       Sedikitnya komunikasi dan panitia yang stand by / moving membuat Saya dan Willdan ( ditambah satu anak yang kami temui ) menunggu teman-teman yang ada di belakang tanpa ada kejelasan apakah mereka dilewatkan rute lain atau lewat rute yang sama dengan Saya dan Willdan. Karena komunikasi lewat hape pun percuma karena kami tidak tahu posisi kami sekarang dimana.
4.       Intinya kami kesulitan mencari panitia jika ada masalah atau hal yang perlu ditanyakan. ( atau memang begini kalau Lomba Lintas Alam, saya juga tidak tahu karena belum pernah ikut. hehehe )

Pulang oh Pulang

Terminal rupanya sedang dalam perbaikan, untuk menaiki bis, kami harus berjalan menuju perempatan di arah barat menuju Jl. Dr. Sutomo. Setelah makan dan bersih diri di dekat terminal situ, kami lalu berjalan mencari bis. Kami naik Bis Harapan Jaya AC tarif biasa dan saking capeknya kami semua terlelap. Tiba-tiba kemi semua mendengar seseorang mengucapkan kata “Surabaya”. Kontan kami kaget dan bingung sendiri, setelah beberapa saat kami baru menyadari bahwa bis masih di Mojokerto.

Vitch     : Will, iku Tio omong-omongan karo sopo?? kenalan anyar yo (sedikit ngantuk)
Willdan  : endi se?
Vitch     : Iko loh, sing omong-omongan karo de.e
Willdan  : Iku Ghassani ngunu lo
Vitch     : Oh iyo se, hhaha

Bis kembali berjalan dan kawan kami ada yang langsung turun di dekat rumahnya ( Balong Bendo ). Sampailah kami di Terminal Bungurasih, Surabaya pukul 18.30. Kami turun dari bis dan langsung menuju ke pintu kedatangan menunggu kawan-kawan kami yang dijemput. Tapi ternyata ada sedikit masalah . . .  Sertifikat Lindri-nya Ghassani ternyata masih ketinggalan di bis. Akhirnya Bambang dengan kekuatan HY yang tersimpan di lubuk hatinya mengantarkan Ghassani mencari Bis yang kami naiki tadi. Dan Alhamdulillah Sertifikatnya ketemu.
Harapan Jaya - AC tarif Biasa

Case 3. Ke Wonokromo aja kok susah.

Setelah menunggu sampai pukul 20.00 akhirnya sudah habis kawan kami yang dijemput. Tersisa Saya, Willdan, Bambang, Fian, Charlie, dan Ira. Kami-pun berjalan mencari angkutan ke SMKN 1 Surabaya. Niatnya naik bemo kuning ke, tapi tiba-tiba hujan dan terpaksa kami naik ke sebuah minibus. Dan akibatnya, kami menunggu hampir setengah jam lebih sampai Fian turun dan meminta kepada supir untuk segera memberangkatan kendaraan. Padahal kendaraan sudah setengah penuh, tapi belum juga berangkat. Kami mulai berpikir untuk turun dari sana, tetapi akhirnya kendaraan berjalan juga. Tak lama sampailah kami di SMP-SMA Khodijah Wonokromo, kami masing-masing menyerahkan uang Rp.3000 ( tarif pada umunya ). Tapi yang terjadi si supir malah meminta tarif Rp.5000. 
Angkot Minibus, orang-orang menyebutnya "Kol". Merujuk ke "Colt"
Yah, sudah berangkatnya lama eh minta tarif mahal. Dengan tidak ikhlas kami semua menyerahkan uang Rp.5000 dan kami langsung berjalan menuju SMKN 1 Surabaya. Setelah sampai Saya, Willdan, Fian, dan Bambang bergegas mengambil motor yang kami parkir di depan masjid sekolah. Karena motornya Charlie ( diambil Fian ) matic dan susah menyala, akirnya Saya dibantu Willdan mendorong motornya Charlie sampai ke depan sekolah. Bambang yang masih ketinggalan baru sampai ke depan beberapa saat kemudian dan mengatakan ia melihat penampakan di SMESA EDU HOTEL. Yah karena namanya juga capek akhirnya kami memutuskan untuk mencari tempat untuk makan, lalu pulang ke rumah unutk menyaksikan Chelsea yang secara mengejutkan kalah dari Manchester City 2-0. Padahal punya peluang lewat penalty Lampard, eh setelah itu Lampard malah diganti. Tanpa Lampard Chelsea bermain dengan kaku dan membuang banyak peluang ( terutama Ramires yang terlalu lama membawa bola saat menyusun serangan balik dengan Juan Mata ).
Yang dipertanyakan di Case 3 :
1.       Kenapa Angkotan umum selalu nge-tem ( menunggu penumpang ) dalam waktu yang lama. Padahal kalau mereka mau jalan, biasanya juga ada yang naik kok di tengah jalan. Kalau mereka transparan sih tidak masalah, misalnya bilang “Ini berangkatnya nunggu sampai minimal 8 penumpang lo.” Tapi mereka selalu bilang “ Mau berangkat yo... Joyo Boyo langsung berangkat.” Memang jika kata-kata yang dipakai adalah yang pertama tadi mungkin agak susah dapat penumpang. Hey, tapi setidaknya rezeki yang kita dapat itu barokah karena tidak ada kebohongan di sana.
2.       Kenapa Lampard diganti? Kenapa Lampard dan Terry tidak diperpanjang kontraknya? Padahal mereka adalah ikon dari Chelsea . . . Setelah Drogba, kini mungkin kita harus mengucapkan selamat tinggal pada Lampard dan Terry.
After lose againts Manchester City
Yak itu tadi sedikit cerita perjalanan 2 hari ke Tulungagung. Untuk yang mau ikut Lindri Land Rock tahun depan bawa sepatu yang asik, karena medannya terlalu ekstrim untuk sepatu yang kurang asik. Pakai sepatu safety biar kaki safety. Tidak usah bawa baju ganti berlebihan. Cukup satu kaos dan satu celana saja. ( atau ganti pakai baju yang dipakai untuk berangkat aja ) karena kalau banyak beban jadinya gak asik. Bawa air secukupnya dan bawa survival kits.
Oke, sekian reportase Lindri Land Rock 2013, dari studio 1 Vitch-Grafi Surabaya melaporkan.




10 comments:

  1. fian sama werda lo seksi ;;)

    ReplyDelete
  2. dear antedilus vigeus pegasus, reportasemu seru..!!

    *tapi btw tanganmu nggak keriting ngetik ta? haha :p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kepada Ramadhani Syah Fitri
      Tapi ini sudah saya ketik dengan level kompresan super 70% lho . . .
      hehehe

      Delete
  3. heheh .. kereenn reportasenya :)

    ReplyDelete
  4. itulah namanya ivent lindri selalu kekurangan panitia........

    ReplyDelete
  5. seru ya lindri,.. tahun depan ane pingin ikut lagi,..

    ReplyDelete
  6. good,,,,,,,emang ente stat nmer brapa,,,,kok sampek siang gtu,,,,,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. startnya sih tengah-tengah.. cuma kita kan rombongannya banyak jadi tunggu-tungguan, hehehe

      Delete

About Me

Powered by Blogger.

vitch-grafi reader

Who was here?

Flag Counter